Selamat Datang

SELAMAT DATANG :: SUGENG RAWUH :: ترحيب :: WELCOME :: BIENVENUE :: 的欢迎 :: WELKOM :: BEM-VINDO :: BIENVENIDOS :: καλωσόρισμα

Senin, 12 Desember 2011

Putri Biru

Putri Biru
(Stinger)

Sekejap lelah hilang mendengar suaramu.
Seketika hati terjaga dibuai tawamu.
Penat tak lagi rasa,
menikmati butiran kata yang terurai dari getaran bibirmu.
Sungguh, menuai hasrat menggelora untuk jumpa.

Gambargambar itu, membawa diri pada satu nuansa,
nestapa dan suka.
Sepertinya mentari telah membiaskan cahaya padamu bersama gugusan langit biru.
Entahlah, mungkin hamba seorang pembual yang sedang menatap rindu.
Rindu menyongsong malam beraroma surga.

Kau, rembulan senja berhias bintang kejora yang bangkitkan jiwa.

Ampuni hamba, duhai cindur mata.
Hamba hanyalah anak Adam yang ingin melihat warnamu.
Menyelami dasar sanubarimu.
Kiranya hati tertaut,
pastilah hamba mengetuk.
Sekedar melangkah masuk, dan tawarkan bahagia.

Kau, rembulan senja berhias bintang kejora yang bangkitkan jiwa.
Meski belum bisa hamba meretas hatimu.

Kapuk, Jakut, 13/10/2011

Oktabiru

(Stinger)

Di sudut waktu pada rerimbunan gulana.
Seruang kosong bising bertalu pilu.
Luruh.
Menghitam kersang dalam peluk layung senja kelam.
Masih, masih sama dengan raungan sang sunyi kemarin.

Akupun tak tahu badai tak kunjung amuk.
Sejumput pun tiada untuknya menghantam remang.
Menerjang november yang menjelang.

Murniku tetap berkutat pudarmu.
Seiring sembilu mengiris baja hatimu.
Yang telentang tiada girang,
Yang terkulai seperti alum,
Yang kelam tiada semburat.

Samar.
Buram.
Serupa batin, mata tak mampu mencecah roman nan permai.
Serupa batin, selubung hitam tetap gaib pun dalam kecupan surya.
Tiada mengapa, tapi jangan layu dahulu, sayangku.
Biar november menghunjamkan riang padamu dan dirimu.

Jakarta, 27 Oktober 2011

Sajak Sang Pendobrak

(NgadidjoStinger)

Gesit bernyali didera badai empat penjuru

Di hamparan belangkin meleleh tapak kaki
Sosok pertapa negeri liliput
Kerontang telak pekik dalam terik
Tentang kebusukan
Tentang ketamakan
Tentang kongkalingkong
Raja kingkong gemar bual
Bualan odong-odong
Ada emas celoteh telek
Rumput kering membual hijau
Akar rumput tak berdenyut.

Ia tetap teriak dalam sunyi
Bajingan-bajingan menuli
Tikus gendut manggut-manggut
Licik bersiasat picik pada hitam benak
Sudah kepalang basah kuyup
Sikat saja yang belum disikat
Cingur pun sama tajam
Sudah barang tentu sebab satu kelas.

Oh, kapan meranggas ranting pelangi?
Kapan tenggelam gurita muka badak?
Ketika perawanperawan terenggut
Ketika orokorok menyusu air got
Lalu kemana lari ksatria putih?
Seharusnya ia lekas pulang
Menebas awan hitam pada cakrawala remang
Sedang badut-badut mengepet kalem
Tanpa tedeng aling-aling.

Langit memudar sang pertapa pulang

Esok ia akan kembali
Sampai saatnya nanti
Dihunusnya pedang
Dibabatnya semua yang menuli
Mungkin dia ksatria putih.


Kapuk, 17 November 2011

Rabu, 07 Desember 2011

Bisuku dalam Tulimu

(Ngadidjo Stinger)

Dalam cercaan sang ksatria malam,
masih aku membisu.
Mulutku terus dihujani paku.
Tiada henti.

Bahkan tadi siang, 
matahari meludahi mulutku dengan hangat sinarnya.
Aku tetap bisu membatu.
Tak bergeming.

Aku hanya tahu, 
bukan mulutku yang akan bicara kepadamu. 
Kepada alam.
Atau kepada kesombongan dunia.

Kamu.
Dan kamu tetap tuli dalam riuh ombak lautan.
Kenapa? 
Haruskah gemuruh gunung,
biar kupingmu benderang?
Belumkah kilat menyambar dengkimu pada garismu?
Atau, sudah lelahkah jemarimu,
biar menulis, melentik, 
atau bahkan menggengam langit?

Ya sudah, biarlah kutelan tulimu,
dan mulutku masih tetap membisu.

Cilacap - Jakarta, 7 November 2011